Si Amel
Oleh: Enya Dibna
Hampir 21 tahun yang lalu, tepatnya di sebuah rumah sakit di Kota Malang lahirlah
seorang bayi mungil nan cantik bernama Amalia Rizki Ardiansyah. Dia lahir di
tengah keluarga kecil yang didirikan oleh Bapak Muh Rudiansyah dan Ibu Siti
Mudrikah, sebuah keluarga yang damai dan sejahtera. Bayi kecil itupun kemudian
dipanggil dengan sebutan “Amel”.
Amel
tumbuh sehat dan subur di Kota Malang yang indah ini. Hari-harinya diisi dengan
penuh keceriaan. Hari demi hari ia lalui hingga tibalah Amel yang masih duduk
di kelas 1 sekolah dasar harus pindah ke kota Trenggalek bersama orang tuanya. Hidup
di Trenggalek bukan perkara mudah. Amel kecil harus mampu beradaptasi dengan
teman-teman dan lingkungan yang jauh berbeda dengan saat ia tinggal di kota
Malang. Berbagai upaya dia lakukan untuk beradaptasi dan mendapatkan teman,
namun yang ia dapatkan tidak sebaik yang ia harapkan. Akhirnya, setelah lulus
dari sekolah dasar Amel memutuskan untuk
melanjutkan sekolah di kota Malang, tanah kelahirannya. Tapi apadaya, sang ayah
tidak mengijinkan Amel untuk melanjutkan SMP di kota Malang dengan alasan Amel
masih terlalu kecil dan orang tuanya tak sanggup menemaninya untuk hidup di
kota Malang karena alasan pekerjaan. Dengan berat hati Amel pun harus menerima
keadaan untuk tetap melanjutkan studi di Trenggalek.
Kabupaten
Trenggalek, tepatnya di Desa Gondosari Amel bertahan hidup dengan kerasnya
kehidupan. Ia sangat berharap bisa melanjutkan studi di kota Malang. Ia
berusaha dan berusaha meyakinkan ayahnya bahwa ia mampu untuk hidup lepas dari
orang tuanya. Amel berusaha mandiri, melakukan segalanya sendirian dan tak mau
bermanja-manja kepada siapapun. Hingga akhirnya pada kelulusan SMP, sang ayah
mengijinkannya untuk melanjutkan studi di kota Malang. Amel sangat gembira
mengetahui bahwa usahanya untuk meyakinkan sang ayah selama ini membuahkan
hasil. Walaupun ia sedih harus meninggalkan kedua orang tuanya, Amel tetap
semangat, ia sangat bahagia bisa bersekolah di tanah kelahirannya.
Di
kota Malang, Amel kembali menempati rumah lamanya yang sudah lama tak
berpenghuni, ditemani oleh sang Bibi, Amel merajut mimpi di kota Malang. Amel
mendaftarkan diri di sebuah SMA ternama di kota Malang, SMA Negeri 8 Malang. Di
SMA Negeri 8 mengikuti ekstrakulikuler paduan suara dan juga kulintang. Itulah
pengalaman organisasi pertama yang diterima Amel di bangku SMA.
Setelah
lulus SMA, Amel meneruskan studi di sebuah perguruan tinggi negeri yang juga
cukup terkemuka di kota Malang, yaitu Universitas Negeri Malang, dengan
mengambil program studi S1 Pendidikan Guru Sekolah Dasar. Amel tidak hanya
terfokus hanya pada kuliah dan kuliah, ia memutuskan untuk mencari pengalaman
dan mengasah bakatnya di Unit Kegiatan Mahasiswa Penulis Universitas Negeri
Malang. Karena tertarik pada bidang fiksi, maka Amel mengambil divisi fiksi
sebagai tempatnya mengembangkan ilmu di bidang kepenulisan. Tidak hanya sebagai
anggota biasa, Amel yang kini telah menghasilkan sebuah karya buku cerpen
berjudul “Sepotong Kue Bernama Senyuman” ini pun menjadi Pengurus Departemen Laboratorium
Sastra (LABOSTRA) bidang Media dan Dokumentasi di UKMP.
Amel
yang mempunyai hobi yang cukup banyak –diantaranya membaca, menyanyi, dan
menonton film— ini mempunyai cita-cita yang cukup mulia loh, yaitu menjadi Guru
Sekolah Dasar kelak, dan jika dibukakan jalan oleh Yang Maha Kuasa, Amel
berkeinginan untuk menjadi Dosen setelah lulus program S1 di Universitas Negeri
Malang.
Bagi
Amel, menulis bukanlah sebuah hobi, namun menulis adalah sebuah keharusan
setiap umat manusia. Dengan menulis, kita bisa selalu dikenal dan dikenang umat
manusia yang membaca torehan tinta kita. Jadi, teruslah menulis. Mari berkarya,
dan terus berkarya.
No comments:
Post a Comment