Monday, April 9, 2018

Rantai Kebiasaan


RANTAI KEBIASAAN YANG TERPUTUS ITU BUKAN RINDU
ITU SEMACAM HAMBATAN UNTUK ADAPTASI HAL BARU
Aku terbiasa dengan kehadirannya. Kabarnya. Pertanyaannya. Perhatiannya. Bahkan hampir setiap waktu liburku 50% kuhabiskan dengannya. Aku menyayanginya, aku terbiasa dengannya. Hingga aku sadar, aku hanya menginginkannya, bukan membutuhkannya.

Kau tau, tidak semua hal yang membuat hidupmu nyaman dibutuhkan oleh hidupmu sendiri. Barangkali itu hanya selingan kebutuhan tersier untuk menghindari stress. Galau datang saat hati dan otakmu tidak sejalan. Iya, itu benar. Terkadang hati memiliki kemampuan mengungguli otak, atau pikiran. Selain otak, hati pun bisa tertipu. Bukan berarti bodoh, ia hanya belum sanggup melawan fatamorgana yang menyelimutinya.
Saat hatimu sakit, kau akan berharap hati itu segera sembuh. Dengan doa. Ya, bisa. Tapi tidak ada hal yang instan di dunia ini, apalagi jika kau bernegosiasi dengan Tuhan. Kau minta ini dan itu pada-Nya. Memangnya kau pernah memberi apa? Ketekunan ibadah? Kekhusyukan sholat? Kesucian hati? Jangan mendikte Tuhan. Mintalah apa yang kau inginkan, tapi Tuhan hanya akan memberikan apa yang memang dibutuhkan olehmu, oleh hidupmu.
Saat hatimu sakit, itu tanda Tuhan masih memperhatikanmu, menyayangimu, menguji imanmu. Tak sayang maka takkan peduli, iya kan? Nikmati rasa sakitmu adalah nasehat terbodoh yang mungkin akan kau dengar. Yak, tapi itu nyata. Rasa sakit memang harus kau nikmati, meskipun gerah, karena dengan itu kau akan melatih jiwamu untuk bersyukur. Mensyukuri perubahan yang ada padamu dengan dititipkannya rasa sakit itu.
Beda manusia, beda cara pula cara penyelesaian masalahnya. Saat kau punya masalah dan bercerita pada orang lain, sebagian akan menceritakan masalahnya yang lebih hebat darimu, agar kamu bersyukur. Yak, sekilas memang tampak efektif. Tapi sebenarnya, itu hanya iklan. Hatimu takkan tenang begitu saja saat membandingkan masalahmu dengan masalah orang lain. Bahkan orang lain akan menilai masalahmu sepele. Hey! Tidak ada masalah sepele tanpa batu loncatan milik pribadi. Kau tau kenapa manusia menangis saat bersedih? Karena masalah yang sedang dia alami tidak lebih ringan dari masalahnya yang lalu. Maka jangan kau ledek masalah orang lain. jika kau tak punya solusi, maka dengarkan saja dan diamlah. Paling tidak, jika kau ingin membantu, tepuk saja pundaknya. Katakan, “Sabar ya.”
Kalau kau punya masalah, ceritakan pada Tuhanmu dengan kata-kata yang baik. Berdoalah agar tak terucap harapan buruk pada orang yang sudah menyakitimu. Percayalah, tidak akan ada rasa sakit yang sia-sia. Tuhan tau segalanya, Tuhan tau apa yang terbaik untukmu. Kedua, ceritakan pada orang-orang yang benar-benar kau percaya dan baik padamu. Jangan hanya satu dua orang. Bercerita pada orang yang tepat bisa membantu meringankan bebanmu, sengaja maupun tidak. Selama kau tidak salah pilih pendengar.
Saat Tuhan mengujiku hingga aku membuang banyak air mata, aku percaya Tuhan juga bermaksud untuk mengasah empatiku. Berempati itu sesungguhnya tidak mudah. Kita perlu tau rasa sakit agar bisa berempati. Agar tidak meremehkan permasalahan orang lain yang tampak sepele. Kita pun perlu diremehkan, agar tau sakitnya, dan tidak melakukannya pada yang lain.
Kau tau obat terbaik untuk patah hati? Membiarkan waktu berlalu tanpa melakukan hal-hal bodoh, saat kau sudah tenang, lupakan dia. Lupa bukan berarti berhenti peduli saja, tapi menkondisikan pikiranmu agar tidak dikotori dengan bayangannya. Sedikitpun. Sedetikpun.

1 comment:

  1. dari aku untuk aku, Semangaaattt!!!
    udah lebih dari satu tahun nih.
    untukmu, diriku setahun yang lalu.
    kiniku jadi pribadi yang jauh lebih baik.
    lebih bahagia.
    lebih produktif.
    lebih bermanfaat.
    dan jauh lebih mudah bersyukur.
    terimakasih atas segala luka di masa lalu.
    tanpamu aku takkan melesat sejauh ini.

    ReplyDelete