Saturday, February 22, 2020

imperfect

Tuhan tak mengijinkan kita untuk memilih dilahirkan seperti apa, namun Tuhan memberi kita kesempatan untuk menentukan akan jadi pribadi seperti apa setelah diberi kehidupan.


Semakin banyak hal yang kita ketahui, akan membuat kita semakin cemas. Setidaknya, kita menjadi lebih waspada.

Ibuku pernah bercerita, beliau pernah mengalami kecelakaan kendaraan saat mengandungku di trimester kedua. Dokter memberinya obat penguat kandungan. Beliau juga pernah bercerita, salah seorang sahabatnya bercanda dengan menyuapinya buah durian saat hamil besar, entah bulan ke berapa, hingga aku tak bergerak dalam rahimnya. Panik, ke dokter, hingga akhirnya aku bergerak kembali. Saat kuketik postingan ini, untuk pertama kalinya aku mengumpati temannya itu. Dasar bangsat.

Puji Syukur kehadirat Tuhan YME yang telah meloloskanku menjadi seorang CASN sehingga aku mendapat fasilitas medical check-up gratis di RS pemerintah. Yang mana itu pertama kalinya dalam hidupku. Alasan utama yang membuat hatiku tergerak ngurus BPJS, karena aku didiagnosa (perkiraan umum) terkena gejala glukoma oleh dokter spesialis mata. Setelah melalui tes perimetri, ternyata aku negatif glukoma. Lega, iya, karena lolos glukoma. Ternyata kengerian sesungguhnya bukan dari tes mata, tapi foto thorax untuk cek kesehatan paru-paru.

Paru-paruku bersih dan sehat, tapi bukan itu. Foto rontgen paru membuat tulang rusuk dan skeleton kita ikut terpotret. Yang mana, bentuk skeleton kita juga turut dianalisis oleh dokter spesialis. Kesimpulannya? "Dextroscoliosis V. Thoracalis"
Aku sadar bentuk punggungku berbeda dengan manusia pada umumnya. Kupikir karena ada organ pencernaan yang sengaja diletakkan kurang tepat oleh Tuhan, sehingga volume pinggang kananku lebih kecil dibanding pinggang kiri. Aku nggak pernah kepikiran bahwa kesalahan ini ada pada tulang belakangku. Ya ampun, bodohnya baru ngerti hal seperti ini di usia 25 tahun dan masa pertumbuhan tulangku udah terhenti.

Beberapa gejala skoliosis yang aku rasain sebelumnya, yang aku nggak 'ngeh' kalo ini bawaan skoliosis diantaranya:
- Tiap pake ransel yang ringan, selalu auto-melorot di bagian pundak kiri.
- Kalo pake tote bag, selalu anteng kalo dicangklong di pundak kanan, tapi kalo dipindah ke kiri suka mlorot2.
- Tiap foto studio (untuk keperluan ijazah dll), yg pose formal, fotografernya selalu komen 'pundak kanannya turunin dikit, yg kiri naikin dikit'.
- Gampang capek, terutama bagian punggung. Kukira karena aku mageran.
- Gabisa duduk tegap dalam waktu lama, lamaan dikit lgsg goleran atau ndlosor ke meja walau lagi rapat sama atasan.
- Beberapa orang komplain caraku berjalan tapi nggak bisa jelasin anehnya sebelah mana.
- Yang paling kelihatan, posisi tulang pinggul nggak simetris. bikin males pake long dress.

Keluargaku tipikal manusia yang suka jauh-jauhan sama dokter. Selain karena faktor ekonomi, kami selalu merasa sangat sehat dan bisa mengatasi segala macam penyakit dengan cara kami sendiri. Andai mereka bisa ngertiin gejala ini sejak aku bayi, atau balita lah, setidaknya dokter bisa ngasih saran buat pake korset anak-anak biar sudut bengkoknya berkurang sebelum masa pertumbuhan tulangku berakhir :'(

Baru pagi tadi ke puskesmas buat minta saran ke dokter sekalian minta rujukan ke RS, eh dokternya malah bilang gapapa santai aja pokok biasakan duduk tegap sama pake korset tiap beraktivitas. Kata beliau, kalo konsul ke RS malah ntar disarankan operasi penataan tulang belakang sama pasang pen. huhu.

Seorang scolioser pernah berkata "Hanya orang-orang istimewa yang diberi Tuhan bentuk skeleton seperti ini", lumayan buat menghibur diri, tapi ya nggak juga sih. Setidaknya aku percaya Tuhan nggak akan ngasih cobaan di luar batas kemampuan umatNya.

Ternyata di balik segenap ketidaksempurnaanku, masih ada ketidaksempurnaan lagi yang aku nggak ngerti :(

No comments:

Post a Comment