Saturday, August 11, 2018

Curhat Kilat

Entah apa yang terlintas di benakku sebelumnya. 
Aku ingin cerita.
Sejak negara api menyerang, banyak sahabat menasehatiku.
Jangan trauma untuk mencari cinta yang baru.
Aku dengarkan mereka, dan aku mulai mencari.
Tapi ternyata tidak semudah itu.
Barangkali aku hampir mendapatkannya.
Tapi hati ini menolak untuk berjuang.
Menolak untuk memperjuangkannya.
Dan memilih untuk mempersiapkan langkah mundur.
Bukan sekarang.
Aku siap mundur sewaktu-waktu, karena hati ini kelelahan.
Untuk apa bertahan?
Masa lalu yang buruk itu memang mengganggu, juga menguatkan.
Seperti tembok rapuh yang remuk redam terhantam badai.
Kemudian dibangunlah tembok baru yang jauh lebih kokoh.
Tembok yang kokoh itu membuatmu lebih kuat.
Tapi barangkali, mungkin saja, membuatmu enggan untuk berjuang lagi.
Sudah terlalu tinggi, jangan jatuh lagi.
Aku sudah lelah dalam perjuanganku sendiri.
Aku ingin diperjuangkan, bukan memperjuangkan.

Untukmu, keturunan si karim, jika kebetulan membaca ini.
Kau lupa kau yang mengajakku untuk berjuang bersama?
Nyatanya, aku berjuang sendirian.
Saat kuingat janji manismu untuk setia, aku ingin buang air besar.
Dan saat kuingat janjimu untuk menungguku mendapatkan penggantimu terlebih dahulu, aku ingin diare.
Katakan pada kakak iparmu, jika bermain sosmed niatnya hanya untuk mengusik kehidupanku, lebih baik buka saja cadarnya. Munafik.

No comments:

Post a Comment