Saturday, August 11, 2018

Pelari Terakhir


Lastri melangkahkan kakinya dengan tergesa. Di genggamannya ada sebilah pisau penuh darah. Keningnya mengerut. Peluhnya memenuhi wajahnya yang senja. Beberapa pasang mata menatapnya di sepanjang pelarian. Lastri tetap melangkah maju, sesekali berlari kecil. Kedua tangannya bersembunyi di saku jaketnya. Salah satunya, dengan sebilah pisau berlumuran darah. Kini, kedua bola matanya menatap sekeliling penuh curiga. Sesekali, ia terperanjat karena matanya menangkap sosok Agus, samar, dan dimana-mana. Siapakah Agus? Tak lain adalah pria muda yang baru saja disayatnya. 


Gentayangankah si Agus? Latri tak bisa berpikir jernih. Ia benar-benar kalut dan takut.
Lastri mempercepat langkah kakinya. Wajahnya tampak berminyak. Kusam. Satu tikungan, dua tikungan, dia aman. Di tikungan ketika ia mendengar suara Agus memanggilnya. Ia terperanjat sampai tersandung kakinya sendiri. Pisau di genggamannya terdorong keluar saku, menembus pakaiannya, dan merobek perutnya. Ia jatuh, sendiri, dalam sepi. Suara Agus tak terdengar lagi.


Kini, darahnya dan darah Agus bertemu dalam sebilah pisau dapur.

No comments:

Post a Comment