Friday, January 24, 2014

KADO CINTA DI BULAN SUCI


Bulan berkilau begitu indahnya saat kutatap langit di sepertiga malam ramadhan ini. Hari ini adalah hari di mana pertama kali aku mengenal Galih, sahabat karibku sejak SMU. Begitu mengingat hal ini, pikiranku langsung terbang mundur ke saat-saat kebersamaan kami di smu. Galih adalah teman pertamaku di sana. Dia adalah anak pertama yang kukenal saat pekan ospek. Suka duka selalu kami lalui bersama. Walau akhirnya kami memang tidak ditakdirkan untuk berada di kelas yang sama namun sampai kini pun kami tetap bersahabat. Selain Galih , aku masih memiliki enam sahabat lain dan semuanya perempuan. Hubungan kami tetap berjalan baik hingga lulus smu.

Berbeda dengan sahabat-sahabatku yang lain , Galih memiliki posisi yang cukup istimewa di hatiku. Namun hingga kini aku tak kunjung memiliki keberanian untuk mengutarakannya. Alasanku yang pertama adalah karena aku perempuan, dan alasan kedua adalah karena tak ada kata "pacaran" di kamus hidup Galih. Pernah suatu ketika ada seorang junior cantik yang menyukai Galih. Gadis itu tau aku dekat dengan Galih, jadi dia selalu curhat padaku tentang perasaannya. Pun dia memintaku untuk membantu mencomblangkannya dengan Galih. Kututup rahasianya rapat-rapat namun ternyata Galih lebih pintar dariku. Dia terang-terangan meminta kami untuk menyerah karena tak ada kata pacaran di hidupnya. Hal inilah yang membuatku membungkam perasaanku padanya hingga kini.
Kini kami telah memasuki jenjang karir namun persahabatan kami tetap langgeng. Kami tak pernah berubah. Kami masih sering menghabiskan waktu bersama. Main basket , nonton film di bioskop , kuliner di pinggir jalan, dan lain sebagainya. Kebiasaan kami bersama saat smu itu tetap saja kami jalani.
Pagi pertama ramadhan , Galih bilang akan mampir ke rumah. Ada urusan dengan ayah katanya. Namun saat kutanya pada ayah beliau bilang mereka tak ada janji, mungkin ayah atau Galih yang lupa jadi kuminta ayah untuk meladeninya saja. Tibalah saat Galih ke rumah. Wajahnya tampak gugup dan dandanannya rapih sekali. Dia bilang ingin bertemu ibu, jadi ayahpun ikut menemuinya. Karena penasaran akupun ikut duduk di sampingnya.
"Galih, aku ganggu nggak kalo ikut duduk di sini?" tanyaku
"Nggak. Santai aja. Hehe" jawabnya. Tapi tetap terukir raut gugup nan gelisah di wajahnya yang bersih, kemudian ia menatap ayahku dengan mantap. '"Bapak, kita sudah menjalin tali silaturahmi sejak lama. Apakah bapak tidak keberatan jika suatu saat nanti saya menjadi menantu Bapak?"
Ya rabb , betapa terkejutnya aku mendengar pernyataan Galih. Dia tak pernah membicarakan ini denganku sebelumnya. Ayah dan ibu juga tampak terkejut namun ada rona bahagia terpancar dari wajah mereka.
“bapak sih setuju saja, ibu bagaimana?” jawab ayah sambil kemudian memandang ibu.
“Ibu juga.” Jawab ibu sambil tersenyum. Lalu ibu memandangku. “Ibu kira kalian tidak pacaran. Kenapa Ratna tida pernah cerita sama ibu?”
Aku hanya mampu melongo tak percaya. Selama ini kami murni bersahabat, tidak lebih.
"kami tidak pacaran, ibu. Kami hanya bertaaruf dalam bentuk persahabatan.” kata Galih mewakiliku. Lalu ia beralih memandangku. "tapi sejak kita bersahabat, aku sudah mulai menyukaimu. Kedua orangtuaku melarangku untuk berpacaran dan aku menyanggupinya. Ratna, aku kini menyayangimu, tulus dari hati. Aku hanya menunggu waktu yang tepat untuk mengakhiri persahabatan kita. Apakah kau bersedia jika aku dan keluargaku meminangmu di malam 20 Ramadhan yang bertepatan dengan ulang tahunmu nanti?" ucapnya dengan lancar. Kupikir dia menghafal kata-katanya barusan sejak lama. Aku hanya termangu tak percaya.
"Bagaimana, nduk? Kau terima lamaran Galih?" tanya ayah.
"I, iya ayah. Ratna bersedia" jawabku gugup. Ya rabb, inikah buah yang kupetik dari benih persahabatan yang kutanam sejak SMU? Ini adalah kado terindah bagi hamba yang turun di bulan sucimu ini. 

**cerpen ini turut bergabung dalam antologi bersama "Bulan Tuhan" terbitan Sembilan Mutiara Publishing**

No comments:

Post a Comment